Trend Smart Destinations
Pendahuluan smart destinations – Tidak hanya dalam industri barang (goods), dalam dunia pariwisata juga telah memperlihatkan perubahan perilaku pengunjung. Perubahan tersebut terlihat dari cara-cara mereka mencari informasi, merencanakan dan mengimplementasikan perjalanannya, beraktivitas di destinasi dll. Perubahan perilaku tersebut dipercaya karena diakibatkan oleh perkembangan teknologi informasi yang kian kini kian pesat.
Perubahan teknologi informasi dari analog ke digital mengantarkan generasi di masyarakat dari baby boomers ke generasi alpha. Yang sangat terlihat perubahan perilakunya adalah mulai dari generasi Y (milenial) yang lahir antara 1980an s.d 2000, karena generasi ini hidup diantara transisi era analog ke era digital. Kalau generasi Z dan Alpha, mungkin sudah tidak dipungkiri lagi perilakunya sudah memperlihatkan generasi digital karena sudah hidup di era digital.
Selain itu fenomena dari peralihan era tersebut, membuat pengunjung semakin demanding dan memiliki kecenderungan (trends) yang menginginkan kemudahan serta cara-cara yang instan. Oleh karena itu, industri pariwisata sudah mulai menunjukan ketergantungannya terhadap teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam menciptakan, mengkomunikasikan dan menyampaikan nilai (value) kepada pengunjungnya agar lebih kompetitif.
Dalam dunia pengelolaan destinasi, destinasi yang berorientasi kepada penyediaan kemudahan dan cara-cara instan yang menggunakan TIK sebagai tulang punggung biasa disebut dengan destinasi yang cerdas (smart destinations). Oleh karena itu dalam kesempatan ini saya ingin berbagi pengetahuan mengenai smart destinations (destinasi cerdas).
Pengertian Smart Destinations
Kata smart destinations berasal dari dua suku kata yaitu “smart” dan “destinations”. Jadi pada dasarnya smart destinations merupakan implementasi smartness kedalam destinasi pariwisata, dan kata smart bermula dari perkembangan perkotaan yang memberikan berbagai kemudahaan bagi pengunjunggnya yang biasa disebut dengan smart cities. Jadi ilmu smart destinations sebenarnya dapat dipostulasikan dari smart cities yang lebih dahulu dipopulerkan.
Menurut Wang, Jin & Zhou (2012), kata “smart” mempunyai arti “bijaksana” (wisdom). Secara eksplisit, “smart” juga dapat berarti “teroptimisasi terhadap kebutuhan-kebutuhan yang spesifik” (Gretzel, Sigala, et al., 2015). Harrison et al. (2010) berpendapat bahwa sifat smart terbentuk ketika individu atau grup mengeksploitasi operasi data secara real-time, yaitu dengan menggunakan analisis yang kompleks untuk memodelkan, mengoptimisasikan, dan memvisualisasikan data yang ada sebagai dasar pembuatan keputusan yang lebih baik. Selain itu, istilah “smartness” bukan hanya selalu berkaitan dengan kemajuan teknologi, tetapi juga berkaitan erat dengan interkoneksi, sinkronisasi, dan penggunaan berbagai teknologi secara bersamaan (Höjer & Wangel dalam Widjaja dkk, 2016).
Menerapkan konsep smartness ke dalam destinasi pariwisata membutuhkan para pemangku kepentingan pariwisata yang saling terkait secara dinamis melalui platform teknologi, dimana informasi yang berkaitan dengan kegiatan pariwisata dapat saling bertukar secara seketika. Platform terpadu ini memiliki banyak touch point yang dapat diakses melalui berbagai perangkat end usesrs yang akan mendukung penciptaan dan fasilitasi pengalaman pariwisata secara real-time dan dapat meningkatkan efektivitas seluruh pengelolaan sumber daya pariwisata, baik pada tingkat mikro maupun tingkat makro. Smart Destinations memanfaatkan:
- Lingkungan teknologi (contoh: internet of thing, sensor, dll);
- Kecepatan respon pada tingkat makro dan mikro (contoh: intellegent services, dll)
- End-user devices in multiple touch-points (smarphone, dll)
- Menyatukan para pemangku kepentingan dengan menggunakan platform dinamis seperti sistem syaraf.
Tujuan utama smart destinations adalah manfaatkan sistem untuk meningkatkan pengalaman wisata dan meningkatkan efektivitas pengelolaan sumber daya untuk memaksimalkan daya saing dan kepuasan pelanggan sekaligus menunjukkan kesinambungan dalam jangka waktu yang panjang (Buhalis & Amaranggana, 2014).
Smart destinations pada prinsipnya adalah untuk meningkatkan pengalaman pengunjung dan wisatawan, menyediakan platform (model) cerdas untuk menyatukan dan mendistribusikan informasi di dalam destinasi, memfasilitasi pengalokasian sumberdaya yang lebih efisien, mengintegrasikan pemasok kepariwisataan pada tingkat makro dan mikro, agar keuntungan yang didapat oleh masyarakat lokal dapat dipastikan (Rong, 2012).
Jadi dapat disimpulkan bahwa smart destinations adalah destinasi pariwisata yang dapat memberikan kemudahan kepada para pengunjungnya dalam mengkonsumsi pengalaman baik sebelum mereka berkunjung, pada saat berkunjung dan setelah berkunjung dengan menyediakan teknologi informasi berbasis digital.
Beemt & Smith (2015) membagi smart destinations ke dalam dua kategori yaitu:
- SoftSMARTness: kolaborasi, inovasi, kepemimpinan (sumber daya manusia)
- HardSMARTness: teknologi dan infrastruktur (jantung dari smartness)
Menurutnya konsep soft dan hard dalam smartness dapat diartikan bahwa destinasi tidak hanya menggunakan teknologi ke dalam lingkungan, tetapi harus ditambah dengan keahliann sumber daya manusia dan pengambilan keputusan yang cerdas.
Teknologi dalam Smart Destinations
Berikut adalah beberapa teknologi yang biasa digunakan untuk mendukung smart destinations:
- Sistem informasi lokasi (GIS): Sistem ini digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, dan mempublikasikan informasi geografis, seperti data lokasi atraktivitas wisata, jalur transportasi, dan informasi cuaca.
- Aplikasi ponsel: Aplikasi yang dapat digunakan oleh wisatawan untuk mencari informasi tentang tempat wisata, akomodasi, dan transportasi di sebuah destinasi. Aplikasi ini dapat memberikan rekomendasi rute yang dapat ditempuh, serta informasi tentang harga dan ketersediaan tiket masuk.
- Sistem pembayaran nirkabel: Sistem ini memungkinkan wisatawan untuk melakukan pembayaran untuk tiket masuk atraksi wisata atau daya tarik wisata, akomodasi, dan transportasi dengan menggunakan perangkat mobile, seperti ponsel atau smartwatch.
- Internet of Things (IoT): IoT merujuk pada penggunaan sensor dan perangkat nirkabel untuk mengumpulkan data dari lingkungan sekitar, seperti data cuaca, data kondisi jalan, dan data kualitas udara. Informasi ini dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pengalaman wisatawan dan meningkatkan efisiensi dalam manajemen destinasi pariwisata.
Smart destinations dapat meningkatkan pengalaman wisatawan dengan membuat informasi lebih tersedia dan aksesibel, dan meningkatkan efisiensi dalam manajemen destinasi pariwisata dengan memungkinkan pengelola untuk membuat keputusan yang lebih baik dengan data yang lebih berkualitas. Namun, ada juga beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam implementasi teknologi di destinasi wisata, seperti masalah privasi, masalah biaya, dan masalah integrasi sistem yang berbeda.
Langkah-langkah Membangun Smart Destinations
Pembangunan smart destinations adalah sebuah proses yang melibatkan pengembangan fasilitas, infrastruktur, dan teknologi yang dapat membuat destinasi pariwisata menjadi lebih atraktif dan efisien. Smart destinations adalah tempat yang menggabungkan aspek-aspek teknologi, pariwisata, dan perencanaan yang berkelanjutan untuk meningkatkan pengalaman wisatawan, meningkatkan efisiensi operasional, dan meningkatkan pemasukan ekonomi bagi masyarakat setempat.
Oleh karena itu diperlukan perencanaan yang matang dan harus dilakukan secara bertahap. Berikut adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk membangun sebuah smart destinations:
- Membuat analisis kondisi awal: Sebelum memulai proyek, penting untuk melakukan analisis kondisi awal yang akan membantu dalam menentukan teknologi dan solusi yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi khusus dari destinasi wisata.
- Membuat strategi teknologi: Setelah melakukan analisis kondisi awal, perlu dibuat strategi teknologi yang akan digunakan untuk mencapai tujuan dari proyek, dan menentukan teknologi yang akan digunakan seperti GIS, aplikasi mobile, sistem pembayaran nirkabel, IoT, dan lain-lain.
- Membuat arsitektur sistem: Arsitektur sistem harus dibuat untuk menentukan bagaimana teknologi akan digabungkan dan diintegrasikan. Ini akan membantu dalam menentukan infrastruktur yang dibutuhkan, seperti jaringan nirkabel atau cloud computing.
- Melakukan implementasi: Setelah strategi teknologi dan arsitektur sistem ditentukan, selanjutnya adalah melakukan implementasi. Ini akan meliputi pemasangan perangkat keras dan perangkat lunak, serta pengembangan aplikasi yang dibutuhkan.
- Melakukan pengujian dan pemeliharaan: Setelah implementasi selesai, perlu dilakukan pengujian sistem untuk memastikan bahwa sistem bekerja dengan baik dan sesuai dengan spesifikasi. Setelah sistem diimplementasikan, perlu dilakukan pemeliharaan rutin untuk memastikan bahwa sistem tetap berfungsi dengan baik dan memperbarui sistem sesuai dengan perkembangan teknologi.
- Melakukan sosialisasi dan pelatihan: Melakukan sosialisasi dan pelatihan kepada pemangku kepentingan yang terkait agar dapat menggunakan sistem yang ada dengan baik dan optimal.
- Merencanakan Penggunaan Data: Penggunaan data yang tepat dapat meningkatkan efektifitas dari smart destination, seperti melakukan analisis data wisatawan, data transportasi dan data lingkungan yang dapat membantu dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan destinasi wisata.
- Memperhatikan aspek privasi dan keamanan: Aspek privasi dan keamanan harus diperhatikan selama proses pengembangan dan implementasi smart destination.
Semua hal ini harus dilakukan dalam kerangka perencanaan yang matang dan berkelanjutan, dan diharapkan bisa meningkatkan kualitas pengalaman wisatawan, membuat destinasi yang lebih atraktif dan meningkatkan pendapatan ekonomi bagi masyarakat setempat.
Karakteristik
Hedlund dalam Buhalis & Amaranggana (2014) mengemukakan karakteristik smart destinations berdasarkan jenis pemangku kepentingannya (stakeholders) dalam tabel berikut:
No. |
Stakeholders |
Karakteristik Keluaran |
1. |
Organisasi pariwisata |
|
2. |
Pemerintah |
|
3. |
Masyarakat lokal |
|
4. |
Pengunjung |
|
5. |
Lingkungan |
|
Sumber: Hedlund dalam Buhalis & Amaranggana (2014)
Referensi
Buhalis, D., & Amaranggana, A. (2014). Smart tourism destinations. Dublin: IFITT.
Gretzel, U., Sigala, M., Xiang, Z., & Koo, C., 2015. Smart Tourism: Foundations and Developments, Electronic Markets, (25), 179-188.
Harrison, C., Eckman, B., Hamilton, R., Hartswick, P., Kalagnanam, J., Paraszczak, J., et al., (2010). Foundations for Smarter Cities. IBM Journal of Research and Development, (54), 1-16
Höjer, M., & Wangel, J., (2015). Smart Sustainable Cities: Definition and Challenges dalam L. M. Hilty & B. Aebischer (Eds.), ICT innovations for sustainability, advances in intelligent systems and computing, 333-349. Springer, New York.
https://blog.gamatechno.com/penerapan-smart-tourism/
http://e-journal.uajy.ac.id/2349/3/2TA11849.pdf
http://en.ce.cn/Insight/201204/12/t20120412_23235803.shtml
https://www.cett.es/fitxers/campushtml/MiniWebs/122/papers/PUT_SMITH.pdf
Wang, H., Jin, T., & Zhou, B. (2012). Smart Tourism. Beijing: Tsinghua University Press.
Werthner, H., Koo, C., Gretzel, U., & Lamfus, C., (2015.) Special Issue on Smart Tourism Systems: Convergence of Information Technologies, Business Models, and Experiences. Computers in Human Behavior, (50), 556-557.
2 Comments