Halo…halo, kali ini saya mau berbagi mengenai pengertian destinasi pariwisata dari sisi akademik bukan dari sisi praktis ya, karena kalau di Indonesia terdapat ketidakselarasan pengertian destinasi pariwisata yang beredar di masyarakat dengan apa yang terdapat diberbagai naskah-naskah akademik seperti buku teks dan jurnal-jurnal internasional.
Dalam pembahasan ini ada dua kata/frase yang saya sebutkan yaitu destinasi dan destinasi pariwisata. Jadi kalau saya sebutkan sebagai destinasi, artinya itu adalah destinasi pariwisata. Oke kalau sudah paham kita lanjut ya!
Pengertian Destinasi Pariwisata secara tradisional disebut sebagai wilayah geografis seperti negara, pulau, atau kota. (Burkart and Medlik, 1974; Davidson and Maitland, 1997; Hall, 2000). Sementara itu Tuohino & Konu (2014) menyatakan bahwa pengertian dari destinasi adalah area geografis sebagai lokasi yang dapat menarik wisatawan untuk tinggal secara sementara yang terdiri dari berbagai produk wisata, sehingga membutuhkan berbagai prasarat untuk merealisasikannya. Sementara itu menurut Kim & Brown (2012) produk pariwisata sendiri terdiri dari sekelompok atraksi, fasilitas dan layanan kepada wisatawan.
Menurut Hu & Ritchie (1993), destinasi adalah sebuah paket (bundle) yang terdiri dari berbagai fasilitas dan layanan pariwisata yang seperti produk jasa yang lainnya, terdiri dari sejumlah atribut multidimensi yang bersama-sama menentukan daya tariknya bagi individu tertentu dalam situasi pilihan tertentu.
Destinasi juga telah dianggap sebagai kombinasi dari produk, layanan dan pengalaman pariwisata yang disediakan secara lokal (Buhalis, 2000; Cooper et al., 1998) atau sebagai unit tindakan dimana berbagai pemangku kepentingan seperti kalangan swasta dan organisasi publik berinteraksi (Saraniemi & Kylänen, 2011; Bregoli dan Del Chiappa, 2013; Tuohino & Konu (2014).
Dari perspektif manajemen pemasaran (Kotler dkk., 1999), destinasi dianggap sebagai produk komoditas tradisional dan oleh karena itu, aglomerasi fasilitas dan layanan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan wisatawan diperlukan (Cooper et al., 2005; Saraniemi dan Kylänen, 2011; Tuohino & Konu (2014).
Dalam Butler (2015); Brouder dkk (2016); Enright & Newton (2004); Pavlovich (2003); Tamma (2002); Piciocchi dkk (2013); Tarrius (1993); Manente & Cerato, (2000); Iandolo dkk (2019), destinasi adalah tempat umum (public place) yang menawarkan kesempatan untuk mengeksploitasi berbagai atraksi dan layanan kepada subyek yang terlibat dalam hubungan migrasi wilayah.
Sementara itu, pengertian destinasi menurut UNWTO (2007) ialah ruang fisik yang memiliki batas-batas fisik dan administrasi yang mencakup campuran (bauran) dari layanan, produk, serta daya tarik. UNWTO (2007) juga menyatakan bahwa daya tarik dan pengalaman destinasi dapat dibentuk oleh berbagai elemen seperti atraksi, fasilitas, aksesibilitas, sumber daya manusia, citra, dan harga (Tuohino & Konu, 2014).
Hidayah (2021) dalam buku Pemasaran Destinasi Pariwisata Berkelanjutan di Era Digital, mengemukakan batasan suatu tempat dapat diartikan sebagai destinasi adalah jika di dalamnya terdapat komponen kegiatan pariwisata (daya tarik wisata, sarana penunjang wisata, infrastruktur atau prasarana) yang dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu yang memiliki batas administratif seperti negara, kab/kota, kecamatan, desa dll., atau yang tidak memiliki batasan administratif atau lintas administratif seperti kawasan pariwisata.
Dari definisi dan penjelasan para ahli tersebut, saya menyimpulkan bahwa destinasi pariwisata itu merupakan suatu wilayah geografis (seperti negara, pulau kab/kota, kecamatan, desa, kampung atau kawasan pariwisata) yang memiliki daya tarik (seperti atraksi wisata, fasilitas, aksesibilitas, SDM, citra dan harga) untuk dikunjungi dan ditinggali oleh individu atau kelompok secara sementara dalam suatu perjalanan yang disebut dengan migrasi wilayah. Oleh karena itu berkembanglah konsep yang disebut dengan area destinasi (destination area) dan area tempat asal pengunjung yang biasa disebut dengan origin.
Lantas, bagaimana dengan tempat-tempat wisata seperti Farm House di Lembang, Rumah Mode di Kota Bandung, Dufan di Jakarta (ini bukan iklan ya, cuman contoh aja!!), apakah itu secara konsep akademik dapat disebut dengan destinasi pariwisata? Tentunya kalau merujuk ke dalam penjelasan di atas, tempat-tempat tersebut tidak bisa disebut dengan destinasi pariwisata karena tidak dapat ditinggali secara sementara oleh wisatawan. Jadi lebih tepatnya tempat-tempat tersebut merupakan suatu tempat yang menyediakan atraksi wisata (tourist attraction) atau tourism site yang dapat dijadikan sebagai salah satu daya tarik dari suatu destinasi, selain komponen produk wisata lainnya seperti fasilitas, aksesibilitas dll.
Jadi, kalau menyebut tempat-tempat wisata yang saya contohkan diatas itu sebagai destinasi pariwisata, menurut saya kurang tepat ya. Apalagi kalau tempat-tempat tersebut yang hanya karena bagus untuk selfie-selfie atau katakanlah “instagramable”, lantas disebut sebagai destinasi digital? saya kira makin tidak tepat lagi. Nah, lain kali saya akan bahas mengenai apa itu destinasi digital secara akademik ya, hehehe….
Wallahualam bissawab…
Referensi
Buhalis, D. (2000). Marketing the competitive destination of the future. Tourism Management, 21(1), 97–116. https://doi.org/10.1016/S0261-5177(99)00095-3.
Bregoli, I. and Del Chiappa, G. (2013). Coordinating relationships among destination stakeholders: evidence from Edinburg (UK), Tourism Analysis, Vol. 18 No. 2, pp. 145-155.
Brouder, P., Clav, S.A., Gill, A., Ioannides, D., (2016). Tourism Destination Evolution. Routledge, London.
Burkart, A.J. and Medlik, S. (1974). Tourism: Past, Present and Future, Butterworth-Heinemann, Oxford.
Butler, R., (2015). The evolution of tourism and tourism research. Tour. Recreat. Res. 40 (1), 16–27.
Cooper, C., Fletcher, J., Gilbert, D., Shepherd, R. and Wanhill, S. (1998). Tourism: Principles and Practices, Addison Wesley Longman, England.
Cooper, C., Fletcher, J., Wanhill, S., Gilbert, D. and Shepherd, R. (2005). Tourism: Principles and Practice, Pearson Education, Harlow.
Davidson, R. and Maitland, R. (1997). Tourism Destinations, Hodder & Stoughton, London.
Enright, M.J., Newton, J., (2004). Tourism destination competitiveness: a quantitative approach. Tour. Manag. 25 (6), 777–788.
Hall, M.C. (2000). Tourism Planning: Policies, Processes, Relationships, Prentice Hall, Harlow.
Hidayah, Nurdin (2021). Pemasaran Destinasi Pariwisata Berkelanjutan di Era Digital: Targeting, Positioning, Branding, Selling, Marketing Mix, Internet Marketing. Jakarta: Kreasi Cendekia Pustaka
Hidayah, Nurdin (2019). Pemasaran Destinasi Pariwisata, Alfabeta, Bandung
Hu, Y., & Ritchie, J. R. B. (1993). Measuring destination attractiveness: A contextual approach. Journal of Travel Research, 32(2), 25–34. https://doi.org/10.1177/004728759303200204.
Iandolo, F., Fulco, I., Bassano, C., & D’Amore, R. (2019). Managing a tourism destination as a viable complex system. The case of Arbatax Park. Land Use Policy, 84, 21–30. doi:10.1016/j.landusepol.2019.02.019
Kim, A.K. and Brown, G. (2012). Understanding the relationships between perceived travel experiences, overall satisfaction, and destination loyalty, Anatolia: An International Journal of Tourism and Hospitality Research, Vol. 23 No. 3, pp. 328-347.
Kotler, P., Bowen, J. and Makens, J. (1999). Marketing for Hospitality and Tourism, 2nd ed., Prentice Hall, Upper Saddle River, NJ
Manente, M., Cerato, M., (2000). Destination management per creare valore. In: Pechlaner, H., Weiermair, K. (Eds.), Destination Management. Fondamenti di marketing e gestione delle destinazioni turistiche. Touring Editore, Milano.
Pavlovich, K., (2003). The evolution and transformation of a tourism destination network: the Waitomo Caves, New Zealand. Tourism Management. 24 (2), 203–216.
Piciocchi, P., Bassano, C., Spohrer, J., Fisk, R., (2013). Enhancing Place reputation of local service systems in the performing arts perspective. An analysis of regional cases. Proceedings of the 2013 Naples Forum on service. In: Gummesson, E., Mele, C., Polese, F. (Eds.), Service Dominant Logic, Network and Systems Theory and Service Science: Integrating Three Perspectives for a New Service Agenda. Ischia, pp. 18–21 giugno 2013.
Saraniemi, S. and Kylänen, M. (2011). Problematizing the concept of tourism destination: an analysis of different theoretical approaches. Journal of Travel Research, Vol. 50 No. 2, pp. 133-143.
Tamma, M., (2002). Destination Management: Gestire Prodotti E Sistemi Locali Di Offerta. Franch M.(a Cura di), Destination Management. Governare il turismo tra locale eglobale, Giappichelli, Torino, pp. 11–38.
Tarrius, A., (1993). Territoires circulatoires et espaces urbains: Différentiation des groups migrants. Les Ann. La Rech. Urbaine 59 (1), 51–60 Centre de Recherche d’Urbanisme.
Tuohino, A., & Konu, H. (2014). Local stakeholders’ views about destination management: Who are leading tourism development?,Tourism Review of AIEST – International Association of Scientific Experts in Tourism, 69(3), 202-215. doi:http://dx.doi.org/10.1108/TR-06-2013-0033
World Tourism Organization (2007). A practical guide to tourism destination management. Madrid. Spain: World Tourism Organization.