Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan: Sejarah, Prinsip, Indikator

Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan: Sejarah, Prinsip, Indikator

Konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism development) muncul diakibatkan oleh dampak buruk dari kegiatan pariwisata, terutama pada masa tumbuh dan berkembangnya pariwisata masal (mass tourism) di berbagai destinasi pariwisata di dunia.

Pariwisata masal pada waktu itu sangat identik dengan perencanaan yang buruk, tidak terkendali (sporadis), dan terkesan hanya mementingkan pertumbuhan ekonomi semata atau materialistis, sehingga seringkali dapat mengikis atau mengurangi kemampuan daya dukung, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya sosial budaya.

Dampak buruk tersebut dapat merusak keberlangsungan ekonomi masyarakat secara jangka panjang. Oleh sebab itu, munculah konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan yang diharapkan bisa meminimalkan dampak buruk atau dampak negatif pembangunan pariwisata secara jangka panjang.

Sejarah Pembangunan Berkelanjutan

Konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan mulai digaungkan pada tahun 1980-an (Sirakaya dkk., 2001). Konsep tersebut sebenarnya diadopsi dan dipostulasikan dari konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) sebagai konsep besarnya. Menurut Maksimeniuk & Timakova (2020), definisi pembangunan berkelanjutan mulai disebutkan pertamakali dalam “World Environment Protection Strategy” yaitu suatu undang-undang international mengenai strategi proteksi lingkungan yang dikeluarkan oleh World Conservation Union atau sekarang dikenal dengan International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) pada tahun 1980.

Selanjutnya, pembangunan berkelanjutan tidak hanya sebatas dalam konsep yang diteliti oleh para peneliti dan akademisi saja, tetapi mulai diadopsi dalam berbagai kebijakan dan peraturan oleh negara-negara di dunia yang selanjutnya menjadi agenda bersama dari negara-negara PBB.

Pertemuan demi pertemuan internasional mengenai pembangunan berkelanjutan telah terselenggara yang diinisiasi oleh negara-negara PBB seperti Earth Summit di Rio de Janeiro-Brazil (1992), Millennium Summit pada September 2000 di kantor pusat PBB di New York, KTT Dunia tentang Pembangunan Berkelanjutan di Afrika Selatan (2002), Konferensi PBB dalam pembangunan berkelanjutan (Rio+20) di Rio de Janeiro-Brazil (2012), dan puncaknya pada tahun 2015 dalam KTT Pembangunan Berkelanjutan PBB (the UN Sustainable Development Summit) terciptalah kebijakan internasional mengenai pembangunan berkelanjutan yang disebut dengan SDGs (Sustainable Development Goals) atau agenda 2030.

Sekarang, SDGs terus direview dan dievaluasi melalui Forum Politik Tingkat Tinggi tentang Pembangunan Berkelanjutan (High-level Political Forum on Sustainable Development) yang dilakukan setahun sekali. Dengan adanya SDGs ini, pembangunan berkelanjutan telah menjadi isu bersama negara-negara di dunia, terutama negara-negara yang terafiliasi dengan PBB.

Definisi Pembangunan Berkelanjutan

Dalam World Environment Protection Strategy tersebut, definisi pembangunan berkelanjutan sendiri disebutkan sebagai proses “pembangunan yang dilakukan tanpa menghabiskan dan merusak sumber daya”. Sementara itu, definisi pembangunan berkelanjutan yang paling banyak disitasi saat ini adalah “pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri” (WCED, 1987).

Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dapat dicapai dengan cara mengelola sumber daya agar dapat diperbarui atau dengan cara beralih dari penggunaan sumber daya yang sulit diperbarui ke sumber daya yang mudah untuk diperbarui.

Oleh sebab itu, dalam pendekatan pembangunan berkelanjutan ini, dapat memungkinkan penggunaan dan pemanfaatan sumber daya, yang pada akhirnya tidak hanya dapat digunakan oleh generasi saat ini, tetapi juga dapat digunakan oleh generasi yang akan datang.

Deklarasi Den Haag tentang Pariwisata yang diadopsi oleh Inter Parliamentary Union (IPU) dan Organisasi Pariwisata Dunia (UNWTO) pada tahun 1989 menunjukkan bahwa pariwisata dan alam sangat saling bergantung. Jadi, tindakan harus diambil untuk membantu perencanaan pembangunan pariwisata yang terintegrasi sesuai dengan konsep “pembangunan berkelanjutan”.

Konsep tersebut disebutkan dalam Laporan Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (Laporan Brundtland) dan dalam laporan ” Environmental Perspective to the Year 2000 and Beyond” yaitu suatu program dari United Nations Environment Program (UNEP) (Maksimeniuk & Timakova, 2020). Jadi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pembangunan pariwisata berkelanjutan itu selaras dengan konsep pembangunan berkelanjutan secara umum.

Prinsip Dasar Pembangunan Berkelanjutan

Pendekatan lain dari konsep pembangunan berkelanjutan yaitu dari sisi prinsip-prinsip atau pilar-pilar tujuan pembangunan yang harus dicapai, yaitu pendekatan keseimbangan pembangunan antara pembangunan ekonomi, perlindungan lingkungan alam dan pembangunan sosial-budaya atau biasa disebut dengan triple bottom lines pembangunan berkelanjutan.

Untuk lebih jelasnya berikut aspek-aspek pembangunan berkelanjutan dalam Panasiuk (2011).

Ilustrasi pembangunan pariwisata berkelanjutan dalam keseimbangan pembangunan ekonomi, lingkungan alam dan sosial-budaya
Sumber: Penulis, diolah dari berbagai sumber

Aspek pembangunan ekonomi

  • Economic profitability (keuntungan ekonomi)
    Memastikan kelangsungan hidup dan daya saing destinasi dan bisnis untuk mencapai kelangsungan hidup secara jangka panjang;
  • Local prosperity (kemakmuran masyarakat setempat)
    Memaksimalkan manfaat ekonomi dari sektor pariwisata bagi masyarakat setempat, termasuk pengeluaran wisatawan di destinasi tersebut;
  • Quality of employment (kualitas pekerjaan)
    Meningkatkan kuantitas dan kualitas pekerjaan di destinasi yang terkait dengan pariwisata, termasuk upah, lingkungan kerja dan kesempatan kerja tanpa diskriminasi;
  • Sosial equity (kesetaraan sosial)
    Memastikan distribusi manfaat sosial dan ekonomi yang adil dan merata yang berasal dari pariwisata.

Aspek pembangunan lingkungan alam

  • Physical integrity (keutuhan lingkungan fisik)
    Menjaga dan membangun kualitas lanskap, baik di perkotaan maupun pedesaan dan mencegah pencemaran ekologi serta visual;
  • Biological diversity (keanekaragaman hayati)
    Mempromosikan dan melindungi lingkungan, habitat alam dan satwa liar, serta meminimalkan dampak pariwisata terhadap lingkungan alam;
  • Effective waste management (pengelolaan limbah yang efektif)
    Meminimalkan pemanfaatan sumber daya langka dan tidak terbarukan dalam pengembangan pariwisata;
  • Clean environment (kebersihan lingkungan alam)
    Meminimalkan pencemaran air, udara, tanah dan pengurangan limbah oleh wisatawan dan bisnis pariwisata.

Aspek pembangunan sosial-budaya

  • Welfare of the community (kesejahteraan komunitas)
    Membangun kesejahteraan masyarakat termasuk infrastruktur sosial, akses sumber daya, kualitas lingkungan dan pencegahan korupsi sosial serta eksploitasi sumber daya;
  • Cultural wealth (kekayaan budaya)
    Memelihara dan mengembangkan warisan budaya lokal, adat istiadat, dan keunikan karakteristik atau sifat dari komunitas dan masyarakat setempat;
  • Meeting expectations of visitors (memenuhi ekspektasi pengunjung)
    Memberikan pengalaman wisata yang aman dan menyenangkan, yang dapat memenuhi kebutuhan dan harapan wisatawan;
  • Local control (pengendalian oleh masyarakat setempat)
    Pelibatan masyarakat setempat dalam perencanaan dan pengambilan keputusan pengelolaan destinasi pariwisata.

Komponen Pembangunan Pariwisata Berkalanjutan

Dari berbagai definisi yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembangunan berkelanjutan itu sangat memperhatikan keseimbangan, baik keseimbangan dari dimensi waktu yaitu waktu sekarang dan masa depan, maupun keseimbangan dari tujuan pembangunan atau dimensi kepentingan yaitu kepentingan keberlanjutan dari aspek ekonomi, lingkungan alam dan sosial-budaya. Oleh sebab itu, pembangunan pariwisata berkelanjutan juga harus menjalankan prinsip-prinsip keseimbangan tersebut.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pembangunan pariwisata berkelanjutan adalah upaya melakukan pengelolaan kepariwisataan dengan merealisasikan prinsip pembangunan berkelanjutan, agar sumberdaya pariwisata selalu bernilai dari generasi ke generasi dan keseimbangan antara manfaat ekonnomi, kelestarian lingkungan alam, dan nilai sosial-budaya selalu terjaga. 

Ketiga prinsip dasar pariwisata berkelanjutan (triple bottom lines) di atas selanjutnya dikembangkan lagi menjadi 5 (lima) prinsip oleh UNWTO dengan mengacu pada Sustainable Development Goals (SDGs) dari UNDP di tahun 2015 yaitu prinsip keseimbangan antara People, Planet, Prosperity, Peace dan Partnership, yang sekarang dikenal dengan singkatan 5 Ps, dengan 17 indikator yang menyertainya. Berikut adalah penjabaran dari 5 Ps tersebut.

  • People: dalam SDGs, pembangunan di sektor apapun termasuk kepariwisataan harus bertujuan untuk menghentikan kemiskinan (poverty) dan kelaparan (hunger), dalam segala bentuk dan dimensi apapun, dan juga untuk memastikan bahwa semua manusia memiliki kesetaraan dalam martabat dan dalam lingkungan yang sehat.
  • Planet: dalam SDGs, pembangunan di sektor apapun termasuk kepariwisataan harus bertujuan untuk melindungi planet atau sumberdaya alam beserta iklim yang dapat selalu mendukung kebutuhan generasi sekarang dan generasi yang akan datang.
  • Prosperity: dalam SDGs, pembangunan di sektor apapun termasuk kepariwisataan harus bertujuan untuk memastikan bahwa semua manusia dapat menikmati kehidupan yang sejahtera, kebutuhan hidup yang terpenuhi, serta memastikan kemajuan ekonomi, sosial dan teknologi berjalan selaras dengan alam.
  • Peace: dalam SDGs, pembangunan di sektor apapun termasuk kepariwisataan harus bertujuan untuk menumbuhkan masyarakat yang menjungjung kedamaian, keadilan, dan inklusifitas (tidak eksklusif).
  • Partnership: dalam SDGs, pembangunan di sektor apapun termasuk kepariwisataan harus bertujuan untuk menguatkan semangat solidaritas dan kolaborasi global, sehingga permasalahan lintas geografis dan lintas sektoral dapat ditanggulangi dengan baik.

Indikator Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan

Indikator pembangunan pariwisata berkelanjutan merupakan metrik yang digunakan untuk mengukur tingkat keberlanjutan (sustainability) dalam industri pariwisata. Indikator ini sangat berguna untuk dijadikan panduan oleh pengelola destinasi pariwisata baik di tingkat nasional, regional maupun lokal.

Indikator yang sering digunakan oleh para pengelola destinasi pariwisata di dunia adalah indikator yang dikeluarkan oleh The Global Sustainable Tourism Council (GSTC) yang biasa disebut dengan kriteria GSTC-D.

GSTC adalah organisasi internasional yang mengkampanyekan praktik pariwisata berkelanjutan di seluruh dunia. GSTC telah mengembangkan seperangkat kriteria destinasi untuk digunakan sebagai tolok ukur untuk mengukur kinerja keberlanjutan suatu destinasi.

Kriteria ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai alat bagi destinasi untuk menilai kinerja keberlanjutannya, serta bagi konsumen dan para pemangku kepentingan pariwisata lainnya untuk mengevaluasi keberlanjutan suatu destinasi.

Kriteria GSTC-D telah mengalami perbaikan, dan sekarang disebut dengan kriteria GSTC-D v2. GSTC-D v2 terdiri dari empat pilar yang berisi sub-sub pilar yaitu:

  1. Pengelolaan berkelanjutan, terdiri dari struktur dan kerangka pengelolaan, pelibatan pemangku kepentingan, mengelola tekanan dan perubahan.
  2. Kebrlanjutan sosial-ekonomi, terdiri dari manfaat ekonomi lokal, kesejahteraan dan dampak sosial.
  3. Keberlanjutan budaya, terdiri dari perlindungan warisan budaya dan mengunjungi situs budaya.
  4. Keberlanjutan lingkungan, terdiri dari konversi warisan alam, pengelolaan sumberdaya dan pengelolaan limbah dan emisi.

Gambar Kriteria GSTC-D v2

Gambar tentang indikator Kriteria GSTC-D v2
Sumber: GSTC 2019

Untuk lebih lengkapnya, Indikator pembangunan pariwisata berkelanjutan berdasarkan GSTC v2 dapat di download di sini.

Jenis-jenis Pariwisata Berkelanjutan

Dalam berbagai referensi, terdapat banyak bentuk kegiatan pariwisata yang menggunakan prinsip pembangunan pariwisata berkelanjutan dengan memperhatikan keseimbangan antara ekonomi, lingkungan alam dan sosial-budaya. Bentuk-bentuk kegiatan pariwisata tersebut seperti:

  • Responsible Tourism (pariwisata bertanggung jawab: adalah kegiatan pariwisata yang intinya untuk membuat tempat yang lebih baik bagi orang untuk tinggal dan tempat yang lebih baik untuk dikunjungi orang. Pariwisata yang bertanggung jawab mensyaratkan bahwa operator, pelaku bisnis perhotelan, pemerintah, masyarakat lokal dan wisatawan dapat mengambil tanggung jawab serta mengambil tindakan untuk membuat kegiatan pariwisata lebih berkelanjutan (Harold Goodwin, 2014).
  • Nature Tourism: adalah bentuk kegiatan pariwisata yang bertanggung jawab yang khusus dilakukan di alam, yang bertujuan untuk melestarikan lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal (Texas Park & Wildlife, 2021)
  • Equitable Tourism (pariwisata berkeadilan): adalah salah satu bentuk kegiatan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk menerapkan prinsip-prinsip perdagangan yang berkeadilan di bidang pariwisata dengan memperhatikan serangkaian kriteria yang menitikberatkan pada penghormatan terhadap penduduk setempat dan gaya hidup mereka, serta keberlanjutan kemajuan pariwisata bagi masyarakat setempat. Secara umum istilah “pembangunan pariwisata berkeadilan” berkaitan dengan distribusi kegiatan ekonomi dan akses ke destinasi lintas wilayah, bangsa atau wilayah regional-nasional (Patsy Healey, 2002 dalam Saravanan & Rao, 2012).
  • Accessible Tourism: adalah adalah upaya berkelanjutan untuk memastikan tujuan wisata, produk, dan layanan dapat diakses oleh semua orang, terlepas dari batasan fisik atau intelektual, disabilitas atau usia mereka (Departemen Ekonomi dan Sosial PBB, 2021).
  • Appropriate Tourism: adalah salah satu bentuk pariwisata yang tidak membahayakan masyarakat atau budaya, sepanjang tingkat pembangunan pariwisata ‘sesuai’ dengan kebutuhan suatu negara atau daerah (Singh, Theuns & Go, 1989).
  • Ecological Tourism: adalah pemanfaatan sumber daya alam sebagai produk pariwisata dengan menggunakan prinsip pembangunan pariwisata berkelanjutan.
  • Ecotourism: adalah bentuk ecological tourism dengan tujuan utama untuk melestarikan alam atau berinteraksi dengan spesies langka. Kegiatan ekowisata melibatkan unsur edukasi dan interpretasi, serta dukungan untuk meningkatkan kesadaran akan perlunya pelestarian sumberdaya alam dan budaya. Ekowisata harus memiliki konsekuensi minimal terhadap lingkungan dan juga harus berkontribusi kepada kesejahteraan penduduk setempat (Juganaru, Juganaru & Anghel, 2021)
  • Eco-Ethnotourism: adalah bentuk ecotourism yang lebih fokus terhadap hasil karya manusia daripada alam, dan berupaya memberikan pemahaman atau edukasi kepada wisatawan tentang gaya hidup masyarakat lokal.
  • Green Tourism atau Environmentally-friendly Tourism: adalah bentuk kegiatan pariwisata yang dilakukan dengan cara yang ramah terhadap lingkungan.
  • Soft Tourism: selain bertujuan untuk pelestarian lingkungan alam dan perlindungan kesehatan manusia, bentuk pariwisata ini memiliki tujuan lain yaitu untuk tujuan sosial (penghormatan terhadap adat istiadat, tradisi, sosial dan struktur keluarga penduduk setempat), dan untuk tujuan ekonomi (distribusi pendapatan yang adil dan diversifikasi penawaran pariwisata) (Juganaru, Juganaru & Anghel, 2021).
  • Rural Tourism: adalah bentuk pariwisata yang dilakukan di daerah perdesaan (desa wisata) yang bertujuan untuk mengharmoniskan kebutuhan pariwisata dan pelestarian lingkungan (alam dan sosial-budaya) dengan prinsip pembangunan berkelanjutan.
  • Community Tourism: adalah bentuk pembangunan pariwisata yang difokuskan pada pelibatan penduduk lokal dan ditujukan untuk kesejahteraan mereka. Penduduk lokal memiliki kendali penuh atas pendapatan yang dihasilkan dari pariwisata, sebagian besar pendapatan ditujukan untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat, memberikan perhatian khusus terhadap lingkungan alam dan tradisi penduduk setempat. Bentuk pengembangan pariwisata ini seringkali dipadukan dengan pengembangan kegiatan produksi, seperti transformasi hasil pertanian atau workshop kerajinan, yang produknya terutama dijual kepada wisatawan (Juganaru, Juganaru & Anghel, 2021).
  • Pro-poor Tourism: adalah bentuk pariwisata yang menghasilkan keuntungan bersih untuk masyarakat miskin. Keuntungan tersebut dapat bersifat ekonomi, sosial, lingkungan atau budaya. Pariwisata yang berpihak pada kaum miskin tidak secara spesifik mengacu pada pariwisata budaya atau etnis (Bolnick, 2003).
  •  Agritourism: adalah bentuk pariwisata yang memungkinkan interaksi antara wisatawan dengan pemilik atau pengelola pertanian di suatu daerah perdesaan dengan prinsip keberlanjutan. Interaksi tersebut menghasilkan suatu aktivitas wisata yang berbasis pertanian seperti perawatan hewan ternak, perawatan tanaman, kerajinan tangan, atau hiburan dan permainan.
  • dan lain-lain.

Referensi

Bolnick, Steven (2003). Promoting the Culture Sector through Job Creation and Small Enterprise Development in SADC Countries: The Ethno-tourism Industry. International Labour Organization

Goodwin, Harold (2014). What is Responsible Tourism?. Tersedia: https://responsibletourismpartnership.org/what-is-responsible-tourism/

https://tpwd.texas.gov/landwater/land/programs/tourism/what_is/#:~:text=Nature%20tourism%20–%20responsible%20travel%20to,%2C%20fishing%2C%20and%20visiting%20parks.

https://www.un.org/development/desa/disabilities/issues/promoting-accessible-tourism-for-all.html#menu-header-menu

Juganaru, I. D., Juganaru, M., Anghel A. Sustainable Tourism Types, Tersedia: Https://Www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/—ed_emp/—emp_ent/—ifp_seed/documents/publication/wcms_117681.pdf

Maksimeniuk, V., & Timakova, R. (2020). Revisiting the notion of “sustainable tourism” for legal regulation purposes in russian federation and republic of belarus. Les Ulis: EDP Sciences. doi:http://dx.doi.org/10.1051/e3sconf/202020806004

Panasiuk, A. (red.) (2011). Ekonomika turystyki i rekreacji (Economics of tourism and recreation). Wydawnictwo Naukowe PWN

Saravanan, A & Rao Y. Venkata (2012). Equitable Tourism Development: Need For Strategic partnership. International Journal of Multidisciplinary Research, Vol.2 Issue 3.

Singh, T. V. ; Theuns, H. L. ; Go, F. M. (1989). Towards appropriate tourism: the case of developing countries. Frankfurt-am-Main: Peter Lang

Sirakaya, E., Jamal, T. and Choi, H.S. (2001), “Developing tourism indicators for destination sustainability”, in Weaver, D.B (Ed.), The Encyclopedia of Ecotourism, CAB International, New York, NY, pp. 411-32.

World Commission on Environment & Development (WCED) (1987), Our Common Future, Oxford University Press, Oxford.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.