Customer Value Adalah: Perspektif Pemasaran Destinasi Pariwisata

Customer Value Adalah: Perspektif Pemasaran Destinasi Pariwisata

Halo teman-teman netizen semua, terimakasih sudah menyempatkan berkunjung ke blog saya. Pada kesempatan ini saya ingin berbagi mengenai salah satu topik yang ada dalam buku saya yaitu Buku Pemasaran Destinasi Pariwisata Berkelanjutan di Era Digital yang Alhamdulillah informasi dari penerbit bukuknya (Kreasi Cendekia Pustaka) direspon dengan sangat baik di pasaran. Topik kali ini adalah mengenai Pengertian Nilai Pelanggan (customer value) dalam Pemasaran Destinasi Pariwisata.

Mengapa saya membahas topik ini karena ini merupakan konsep dasar dalam ilmu pemasaran destinasi pariwisata. Dan dengan memahami konsep customer value, kita akan memahami mengapa dalam ilmu pemasaran itu ada yang Namanya bauran pemasaran (marketing mix) yang sangat melegenda dikalangan marketer di dunia.

Pengertian Customer Value Adalah

Dalam pemasaran destinasi pariwisata, pengertian customer value adalah perbandingan antara apa yang pengunjung dapatkan dengan apa yang pengunjung korbankan. Gambar berikut merupakan rumusan nilai pelanggan dalam pemasaran destinasi pariwisata.

Customer Value Proposition:

Customer Value Adalah
Sumber: Nurdin Hidayah (2021)

Customer Value adalah esensi dari apa yang dibutuhkan, diinginkan dan atau diharapkan oleh pengunjung sehingga mereka memutuskan untuk membeli suatu produk atau mendatangi suatu destinasi. Adapun keputusan untuk membeli suatu produk wisata biasanya dikarenakan penawaran dari destinasi yang dinilai dapat memberikan manfaat yang sesuai dengan apa yang pelanggan korbankan (worthed) atau bahkan manfaat melebihi apa yang dikorbankan. Jadi bisa dikatakan bahwa pelanggan akan membeli suatu penawaran jika penawaran tersebut dirasa bernilai dimata mereka.

Contoh suatu desa wisata menjual paket wisata dengan berbagai aktivitas wisata seperti mengunjungi tempat-tempat ikonik, melihat pertunjukan budaya, mengunjungi sentra kerajinan masyarakat, dan melakukan aktivitas agro wisata. Dalam pelaksanaannya, semua aktivitas dan tempat-tempat yang ada dalam paket tersebut berhasil dilakukan oleh wisatawan kecuali aktivitas agro wisata.  Wisatawan membatalkan untuk melakukan aktivitas agro tersebut dikarenakan waktu pelaksanaannya terjadi hujan yang cukup lebat.

Hal tersebut memperlihatkan bahwa manfaat yang didapatkan dari aktivitas agro tersebut dirasa tidak sebanding dengan pengorbanan yang harus dikeluarkan oleh wisatawan tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa aktivitas agro wisata dalam kasus tersebut dirasa tidak bernilai dimata wisatawan karena manfaatnya dirasa lebih kecil dibandingkan dengan pengorbanannya.

Pelanggan sendiri memiliki nilai (value) yang berbeda-beda dalam memutuskan untuk membeli atau berkunjung. Ada yang memutuskan untuk berkunjung karena produknya dirasa unik, ada yang berkunjung karena dirasa jaraknya dekat atau ada juga yang berkunjung karena suatu destinasi memiliki citra dan reputasi yang baik di marketplace, dan masih banyak lagi alasan lainnya.

Oleh karena itu, konsep customer value dapat memberikan pemahaman yang mendasar bagi pengelola destinasi dalam bagaimana mengkreasikan value yang akan di ciptakan, dikomunikasikan dan disampaikan ke target marketnya.

Customer Value Proposition

Kotler dan Armstrong (2010) dalam Danurdara dan Hidayah (2016) membagi komponen customer value dari sudut pandang pelanggan yang terdiri dari fungsional dan emosional. Sedangkan pada sisi korbanan terdiri dari moneter, waktu, energi dan psikis. Sehingga customer value dapat diproposisikan sebagai berikut:

Customer Value Proposition:

Customer Value Proposition
Sumber: Nurdin Hidayah (2021)

Manfaat fungsional adalah segala sesuatu yang didapatkan oleh pelanggan yang dapat memberikan manfaat dari sisi kegunaan dan memberikan solusi secara rasional dari atribut produk. Contoh manfaat fungsional dari kulkas adalah sebagai pendingin makanan serta dapat memperpanjang masa kadaluarsa makanan dan minuman. 

Sedangkan manfaat emosioanl adalah segala sesuatu yang didapatkan oleh pelanggan yang dapat memberikan manfaat secara emosional dan memberikan soluasi secara tidak rasional dari atribut produk. Contoh manfaat emosional dari kulkas adalah karena mereknya yang terkenal atau citranya pada benak pasar sebagai kulkas yang awet dan tahan banting.

Jika dalam konteks destinasi, maka manfaat fungsional dari customer value adalah sebagai berikut:

  • Pelayanan perjalanan
  • Pelayanan transportasi
  • Pelayanan atraksi wisata & aktivitas wisata
  • Pelayanan makan & minum
  • Pelayanan akomodasi
  • Pelayanan perbelanjaan

Adapun manfaat emosional dari customer value adalah sebagai berikut:

  • Memberikan kebanggaan
  • Memberikan kenyamanan
  • Memberikan kesenangan
  • Memberikan kemanan

Sementara itu, korbanan pelanggan adalah segala sesuatu yang dikeluarkan oleh pelanggan untuk mengkonsumsi suatu penawaran destinasi. Adapun dimensi dari korbanan menurut Kotler dan Armstrong (2010) dalam Danurdara dan Hidayah (2016) terdiri dari moneter, waktu, energi dan psikis.

Tools untuk membangun customer value adalah bauran pemasaran (marketing mix). Adapun bauran pemasaran yang paling terkenal adalah 4Ps yang di populerkan oleh Jerome McCarthy (1968) yaitu Product, Price, Place, Promotion (https://id.wikipedia.org/wiki/Bauran_pemasaran, diakses pada 8 Juni 2018). Morrison (2013) memodifikasi bauran pemasaran yang dikhususkan untuk pemasaran destinasi wisata dengan menambahkan 4Ps menjadi 8Ps yaitu Product, Price, Place, Promotion ditambah dengan Packaging, Programming, Parthnership dan People.

Konsep 4Ps pada masa kini dinilai sebagai konsep yang terlalu producer centric (menggunakan sudut pandang produsen) yang sudah tidak cocok dengan era marketing 4.0 saat ini sehingga perlu ditransformasikan menjadi konsep yang lebih customer centric (menggunakan sudut pandang pelanggan). Begitu juga dengan 8Ps dari Morrison yang sama menggunakan sudut pandang dari produsen karena hanya menambahkan 4Ps yang lainnya. 

Pada tahun 1990 Bob Lauterborn dalam www.smartinsights.com (2018) menulis artikel dalam Advertising Age dan menyatakan bahwa 4Ps telah mati dan dia menyarankan 4Ps ditransformasi ke dalam 4Cs yang lebih customer centric. 4Cs tersebut yaitu consumer wants and needs, consumer’s cost, convenience, dan communication.

Dalam www.feedough.com (2018) Bob Lauterborn memberikan kutipan terkait transformasi 4Ps kedalam 4Cs seperti berikut:

Forget product. Study Consumer wants and needs. Artinya lupakan produk tapi pahami apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan pelanggan atau lebih tepatnya solusi yang diperlukan oleh pelanggan (customer solution).

Forget price. Understand the consumer’s cost to satisfy that want or need. Artinya lupakan harga tetapi pahami apa pengorbanan pelanggan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginannya.

Forget place. Think convenience to buy. Artinya lupakan tempat tapi pahami bagaimana cara terbaik pelanggan membeli penawaran kita.

Forget promotion. The word is communication. Lupakan promosi tapi gunakanlah bahasa komunikasi.

Cara Menciptakan Customer Value Pada Destinasi Pariwisata

Jadi, dalam industri pariwisata, menciptakan nilai bagi pelanggan (customer value) adalah kunci untuk menarik dan mempertahankan kunjungan wisatawan. Nilai pelanggan dapat juga diartikan sebagai perasaan dari kepuasan dan manfaat yang diperoleh pelanggan dari produk atau jasa yang diterima.

Dalam destinasi pariwisata, menciptakan nilai pelanggan dapat dilakukan melalui berbagai cara, berikut adalah tips dalam menciptakan nilai pelanggan bagi pengelola destinasi pariwisata:

  1. Menyediakan fasilitas yang memenuhi kebutuhan pelanggan: Destinasi pariwisata yang memiliki fasilitas yang baik, seperti akomodasi, restoran, dan sarana aktivitas wisata seperti atraksi wisata atau daya tarik wisata, dapat meningkatkan nilai bagi pelanggan.
  2. Memberikan layanan yang baik: Pelanggan akan merasa puas jika mereka menerima layanan yang baik dari staf destinasi pariwisata. Layanan yang ramah dan berkualitas dapat meningkatkan nilai bagi pelanggan.
  3. Menawarkan harga yang adil: Destinasi pariwisata yang menawarkan harga yang adil dapat meningkatkan nilai bagi pelanggan. Pelanggan akan merasa puas jika mereka merasa mendapatkan nilai yang baik untuk uang yang mereka bayarkan.
  4. Menyediakan pengalaman unik: Destinasi pariwisata yang menyediakan pengalaman unik dapat meningkatkan nilai bagi pelanggan. Ini bisa berupa pemandangan alam yang indah, budaya setempat, atau aktivitas yang menyenangkan.
  5. Menjaga keamanan dan kenyamanan: Keamanan dan kenyamanan pelanggan adalah prioritas utama dalam destinasi pariwisata. Destinasi pariwisata yang menjamin keamanan dan kenyamanan pelanggan dapat meningkatkan nilai bagi pelanggan.

Secara keseluruhan, menciptakan nilai bagi pelanggan dalam destinasi pariwisata adalah tentang menyediakan pengalaman yang memenuhi atau melebihi harapan wisatawan. Dengan menciptakan nilai bagi wisatawan, destinasi pariwisata dapat menarik kunjungan yang berulang dan meningkatkan loyalitas wisatawan.

Jadi kesimpulan pengertian customer value dalam konteks Pemasaran Pariwisata (torism marketing) dapat dibagi ke dalam dua perspektif. Pertama dalam perspektif pelanggan yaitu apa saja yang pelanggan dapatkan dengan apa yang mereka korbankan. Kedua dalam perspektif pengelola pemasaran destinasi pariwisata yaitu marketing mix.

Bagaimana ceritanya selanjutnya customer value dijabarkan menjadi bauran pemasaran pariwisata (tourism marketing mix) bisa teman-teman temukan di Buku Pemasaran Destinasi Pariwisata Berkelanjutan di Era Digital yang saya tulis ya. Oke, kalau begitu sampai sini dulu ya, sampai ketemu lagi di tulisan-tulisan saya yang lain ya…

Referensi

Hidayah, Nurdin (2021). Pemasaran Destinasi Pariwisata Berkelanjutan di Era Digital: Targeting, Positioning, Branding, Selling, Marketing Mix, Internet Marketing. Jakarta: Kreasi Cendekia Pustaka

Hidayah, Nurdin (2019). Pemasaran Destinasi Pariwisata. Bandung: Alfabeta.

Danurdara, Ananta Budhi & Nurdin Hidayah (2016). Creating Customer Value and Its Implication To Customer Loyalty: An Empirical Study at Star Hotels in West Java, Indonesia. International Review of Management and Business Research, Vol. 5, 2, Hal: 732-742.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.