Karakteristik Pemasaran Destinasi Pariwisata

Karakteristik Pemasaran Destinasi Pariwisata

Dalam memasarkan destinasi pariwisata, para pemasar (marketers) harus memahami terlebih dahulu mengenai karakteristik pemasaran destinasi pariwisata itu sendiri. Karena dalam memasarkan suatu penawaran (offering), setiap industri memiliki keunikan tersendiri yang berbeda-beda.

Contohnya strategi atau taktik yang tepat dapat digunakan di industri manufaktur belum tentu masih tepat dapat digunakan di industri jasa. Adapun keunikan pemasaran destinasi pariwisata tersebut secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga hal pokok yaitu dari sisi produk dan pasar serta keunikannya atau perbedaannya dibandingkan dengan jenis pemasaran yang lain.

Karakteristik pemasaran destinasi pariwisata adalah tanda atau ciri-ciri khusus yang menjadi identitas tersendiri dari pemasaran destinasi pariwisata dibandingkan dengan pemasaran barang atau jasa lainnya.

Oke langsung saja saya akan jelaskan mengenai karakteristik pemasaran destinasi pariwisata yang terdapat dalam buku saya yang berjudul Pemasaran Destinasi Pariwisata Berkelanjutan di Era Digital: Targeting, Positioning, Branding, Selling, Marketing Mix, Internet Marketing.

Karakteristik Produk Destinasi Pariwisata

Karakteristik pemasaran destinasi pariwisata yang pertama adalah dari sisi produk. Adapun secara garis besar produk destinasi pariwisata termasuk ke dalam kategori produk jasa, dan produk jasa sendiri memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan produk manufaktur atau barang. Produk destinasi pariwisata sendiri terdiri dari berbagai produk wisata dan produk non wisata yang saling melengkapi dalam memberikan pelayanan pariwisata kepada para wisatawan.

Sedangkan dari cara mengkonsumsinya, produk jasa secara umum dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu dikonsumsi di tempat penyedia jasa (provider) dan dikonsumsi di tempat pengguna jasa (consumer). Destinasi pariwisata sendiri termasuk kedalam jenis jasa, dimana pelanggannya harus datang ke tempat penyedia jasa. Sehingga produk destinasi pariwisata sangat terkait dengan industri jasa perjalanan (travel).

Karena memiliki keunikan tersendiri, maka karakteristik produk destinasi pariwisata harus menjadi bahan pertimbangan tersendiri bagi para pemasar sebagai acuan dasar dalam merumuskan kebijakan pemasarannya. Karakteristik produk destinasi pariwisata tersebut dapat diuraikan kedalam beberapa hal sebagai berikut:

1. Harus Dapat Dikunjungi atau Didatangi

Produk destinasi pariwisata hanya dapat dikonsumsi jika konsumen mendatanginya atau dengan kata lain, jika ingin berwisata ke suatu destinasi, maka konsumen harus mendatangi destinasi tersebut, sehingga destinasi harus dapat dikunjungi oleh target pasarnya.

Berdasarkan hal tersebut, maka komponen produk destinasi biasanya terdiri dari tiga komponen utama yaitu atraksi wisata dan daya tarik wisata, kemudahan pencapaian (aksesibilitas) dan fasilitas-fasilitas (amenitas).

2. Berbentuk Pengalaman (Experiences)

Karena destinasi pariwisata termasuk ke dalam kategori produk jasa, maka seperti halnya produk jasa yang lain, produk destinasi pariwisata diperoleh dari interaksi antara pelaku perjalanan wisata dengan berbagai elemen di destinasi pariwisata, baik yang berwujud (tangible) maupun yang tidak berwujud (intangible), yang hasilnya berupa sebuah pengalaman berwisata, baik parsial maupun keseluruhan (bundle), dan baik eksplisit maupun implisit.

Tussyadiah (2014) memberikan ilustrasi mengenai disain pengalaman dari pelaku perjalanan wisata dan interaksinya dengan elemen-elemen di destinasi pariwisata sehingga menimbulkan sebuah pengalaman berwisata.

Disain Interaksi dan Pencetus Pengalaman Berwisata

 

Ilustrasi Interaksi dan Pencetus Pengalaman Berwisata
Sumber: Tussyadiah (2014) dalam Hidayah (2021)

3. Rentan atau Tidak Dapat Disimpan

Karena sifat dari produk destinasi yang intangible yang berupa pengalaman, maka produk destinasi tidak dapat disimpan, tidak seperti halnya barang yang jika setelah diproduksi kalau tidak laku dapat disimpan dahulu untuk selanjutnya dijual kembali. Oleh karena itu jika pada saat tersebut produk tidak dapat digunakan, maka tidak akan ada kesempatan lain untuk menggunakannya lagi.

Contohnya kapasitas suatu pantai, dalam sehari dipersiapkan untuk dikunjungi oleh 100 orang, tetapi di suatu hari hanya dikunjungi oleh 50 orang. Maka pengelola pantai tersebut tidak akan mendapatkan kesempatan lagi untuk mengembalikan biaya operasional pada hari itu sebesar 100 orang.

4. Tidak Dapat Dipisahkan

Karakteristik produk destinasi tidak dapat dipisahkan dikarenakan proses produksi dan konsumsi terjadi pada waktu yang bersamaan sehingga pengalaman wisata terjadi pada saat produksi dan konsumsi dilakukan. Tidak seperti produk barang, produk di produksi terlebih dahulu setelah jadi produk tersebut baru dapat dikonsumsi oleh konsumen.

Oleh karena itu, produk destinasi memerlukan proses interaksi antara penyedia dan konsumen yang sering disebut sebagai co-creation atau co-production, atau dengan kata lain, proses produksi harus dilakukan oleh provider dan konsumen.

5. Berbeda-beda

Karena sifat tidak berwujud dan tidak dapat dipisahkan, maka produk destinasi pariwisata yang dihasilkan tidak akan pernah sama atau identik. Akan selalu ada perbedaan dalam hal mutu pengalaman. Hal tersebut dikarenakan oleh karakteristik produk destinasi yang tidak bisa diulang, karena perbedaan waktu produksi, perbedaan orang yang melayani, bahkan mood dari konsumen itu sendiri akan menyebabkan perbedaan kualitas dari mutu pengalaman yang dihasilkan.

6. Tidak Tunggal/Saling Melengkapi

Produk destinasi pariwisata terdiri dari berbagai produk tunggal yang saling melengkapi yang tidak dapat dihasilkan oleh satu penyedia tunggal. Hal tersebut disebabkan oleh komponen produk destinasi seperti atraksi, akses, dan fasilitas, menjadi sub-sub produk yang saling melengkapi dan tidak dapat dihasilkan oleh satu produk yang tunggal.

Selain itu, produk destinasi pariwisata juga dihasilkan oleh para pemain kunci (key players) seperti diantaranya: pengusaha penyedia jasa (akomodasi, transportasi, makan/minum dll.), masyarakat setempat serta pemerintah yang membentuk suatu rantai nilai (value chain) dan ekosistem produk destinasi pariwisata. Oleh sebab itu dibutuhkan koordinasi dan kolaborasi diantara pihak-pihak tersebut secara kompak (cohesive collaboration).

7. Biaya Tetap yang Tinggi

Untuk menyediakan komponen-komponen tetap seperti atraksi, akses dan fasilitas-fasilitas, memerlukan biaya investasi yang cukup tinggi. Sementara tingkat pengembalian investasi dirasa cukup lama (slow yielding).

Oleh karena itu industri ini pada masa yang lalu cenderung lamban sehingga banyak investor yang tidak tertarik. Tetapi dengan seiring perkembangan ekonomi dan bertambahnya permintaan, maka industri ini mulai memperlihatkan daya tarik yang cukup tinggi.

Karakteristik Pasar Destinasi Pariwisata

Seperti halnya produk, karakteristik pasar destinasi juga perlu dicermati oleh para pemasar destinasi. Mengetahui karakteristik pasar destinasi pariwisata akan sangat bermanfaat untuk dijadikan pegangan dasar dalam melakukan strategi dan taktik pemasaran. Karena pasar destinasi pariwisata juga memiliki keunikan yang khas dibandingkan dengan karakteristik pasar secara umum.

Pengertian pasar disini adalah pelanggan dari destinasi itu sendiri. Adapun pelanggan destinasi menurut saya terbagi menjadi dua macam yaitu pelanggan akhir (end consumer) yang disebut sebagai pengunjung (visitor), dan pelanggan bisnis seperti agen perjalanan atau biro perjalanan wisata (BPW) yang biasa disebut dengan tour operator. Di bawah ini kami uraikan beberapa karakteristik dari pasar destinasi tersebut.

1. Permintaan Dipengaruhi oleh Waktu Luang dan Kemampuan

Pola permintaan sangat dipengaruhi oleh adanya waktu luang (leisure time) dan kemampuan untuk melakukan perjalanan itu sendiri seperti ketersediaan dana, fisik, kesehatan dan lain-lain. Jika hal-hal tersebut tidak dimiliki, kemungkinan untuk melakukan perjalanan wisata akan cukup sulit.

2. Sensitif Terhadap Perubahan Lingkungan

Elastisitas pasar terhadap produk destinasi memiliki reaksi yang cukup cepat terhadap kejadian dan perubahan dalam lingkungan seperti ancaman keamanan (perang, isu kesehatan, kejahatan, terorisme, dan lain-lain), perubahan ekonomi (nilai tukar, resesi, dan lain-lain) dan pola kunjungan yang berubah (Hasan, 2015).

3. Musiman

Terjadi pola kunjungan musiman, seperti musim kunjungan tinggi (peak season) dan musim kunjungan rendah (low season). Musim-musim kunjungan tersebut terjadi karena diakibatkan oleh perubahan situasi baik situasi di daerah asal pengunjung seperti hari-hari libur besar (holiday), liburan sekolah, serta situasi di destinasi seperti iklim, cuaca dan atau terdapat acara-acara atau kejadian tertentu (event).

Keunikan Pemasaran Destinasi Pariwisata

Karakteristik pemasaran destinasi pariwisata yang terakhir adalah mengenai keunikan pemasaran destinasi pariwisata dibandingkan dengan industri yang lain. Pemasaran destinasi pariwisata memiliki keunikan atau ke-khasan yang berbeda dengan pemasaran yang lainnya seperti pemasaran barang (consumer goods), usaha jasa pariwisata seperti hotel, perjalanan wisata dll.

Keunikan tersebut salah satunya disebabkan oleh karakteristik destinasi yang bersifat sistem yang terbuka (open system). Morrison (2013) mengemukakan beberapa keunikan mengenai pemasaran dan pengelolaan destinasi pariwisata sebagai berikut:

1. Kelemahan dalam mengendalikan kualitas dan kuantitas pelayanan

Dalam banyak kasus, pengelola destinasi tidak bisa mengoperasikan komponen-komponen pembentuk produk, seperti fasilitas-fasilitas wisata atau pelayanan-pelayanan yang diperlukan oleh pasar seperti akomodasi, transportasi, makan-minum dll. Oleh sebab itu, pengelola destinasi tidak bisa secara langsung dapat mengendalikan kualitas dan kualitas pelayanan-pelayanan yang tersedia.

2. Kelemahan dalam melakukan fungsi penetapan harga (pricing)

Karena komponen-komponen pembentuk produk kebanyakan dioperasikan oleh penyedia jasa pariwisata, maka pengelola destinasi tidak bisa menetapkan harga secara sepihak. Sehingga hanya dapat mengendalikan harga-harga pada tataran makro atau melakukan standarisasi terhadap harga-harga yang ada.

3. Kebutuhan untuk memuaskan semua pihak

Pengelola destinasi memiliki berbagai konstituen atau pemangku kepentingan pariwisata (stakeholders) yang harus dilayani, mulai dari departemen-departemen dalam pemerintahan sampai berbagai pihak dalam industri (Buhalis dalam Morrison, 2013). Oleh sebab itu, pengelola destinasi harus dapat melayani dan memuaskan mereka secara seimbang, ditengah-tengah berbagai kepentingan yang ada.

4. Kebutuhan untuk membangun konsesnsus antar pemangku kepentingan

Karena karakteristik produk destinasi yang sifatnya saling melengkapi yang didalamnya berada berbagai pihak yang berbeda kepentingan, sehingga diperlukan suatu konsensus diantara para pemangku kepentingan agar berjalan bersama-sama dengan menyatukan visi, misi, tujuan dan sasaran destinasi serta semua komponen didalamnya.

5. Kebutuhan untuk peka terhadap kepentingan penduduk lokal

Pemasaran destinasi pariwisata pada akhirnya memiliki tujuan untuk mensejahterakan penduduk lokal. Untuk itu segala kebijakan dan strategi yang dilakukan pada akhirnya harus dikembalikan kepada pencapaian kesejahteraan penduduk lokal tersebut, sehingga pengelola destinasi harus peka terhadap kepentingan dari penduduk lokal.

6. Kebutuhan untuk menunjukan dampak ekonomi secara makro

Destinasi pariwisata sebagian besar dikelola oleh sektor publik atau pemerintah, sehingga tidak seperti swasta yang kinerjanya dapat diukur melalui tingkat keuntungannya (profitability) dan pertanggungjawabannya hanya sebatas kepada para pemilik atau pemegang saham.

Pemasaran destinasi pariwisata diharuskan berdampak terhadapa sektor ekonomi secara makro dan kinerjanya dapat diukur melalui pengeluaran wisatawan atau meningkatnya lapangan pekerjaan.

7. Sulit dalam mengukur kinerja

Pengelola destinasi pariwisata tidak memiliki gambaran terhadap nilai atau jumlah penjualan karena pengelola destinasi tidak menjual produk secara langsung kepada pelanggan. Sehingga menurut McWilliam dan Crompton dalam Morrison (2013), pengelola destinasi pariwisata sulit mengukur efektivitas dari program pemasarannya.

Wallahu A’lam Bishawab.

Referensi Karakteristik Pemasaran Destinasi Pariwisata

Hidayah, Nurdin (2021). Pemasaran Destinasi Pariwisata Berkelanjutan di Era Digital: Targeting, Positioning, Branding, Selling, Marketing Mix, Internet Marketing. Jakarta: Kreasi Cendekia Pustaka

Hasan, Ali. (2015). Tourism Marketing. Yogyakarta: Center for Academic Publishing Service

Morrison, Alastair M. (2013). Marketing and Managing Tourism Destinations. New York: Routledge

 

 

3 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.