Pariwisata 4.0 atau Tourism 4.0 masih menjadi perbincangan dalam dunia pariwisata dua sampai tiga tahun kebelakang ini. Di tingkat dunia, Spanyol adalah salah satu negara yang telah mengadopsi konsep ini dengan sangat baik, karena terlihat dari kinerjanya pada akhir tahun 2019 Spanyol bertengger di rangking pertama dunia dalam peringkat daya saing pariwisata internasional yang dikeluarkan oleh World Economic Forum (WEF) dalam laporannya yang bernama The Travel & Tourism Competitiveness Report 2019.
Pada tingkat nasional, pemerintah Indonesia sebenarnya telah mencanangkan untuk masuk ke Industri Pariwisata 4.0 ini di awal tahun 2019, namun pertanyaanya adalah apakah kita sudah siap untuk menyambut peluang tersebut?. Nah untuk membahas kesiapan tersebut, sebelumnya saya akan menjelaskan terlebih dahulu apa yang disebut dengan pariwisata 4.0 dan bagaimana contoh serta aplikasinya didunia nyata dan selanjutnya kita lihat bagaimana aplikasinya di Indonesia sendiri.
Pariwisata 4.0 (Tourism 4.0)
Istilah pariwisata 4.0 (tourism 4.0) sebenarnya berawal dari adaptasi industri pariwisata yang mengikuti irupsi dari perkembangan industri secara umum yang saat ini telah mencapai revolusi yang ke-empat yaitu industri 4.0. Oleh karena itu, berbicara mengenai pariwisata 4.0 maka kita tidak akan bisa lepas dari industri 4.0 itu sendiri.
Menurut Rodič (2017), istilah industri 4.0 sebelumnya diciptakan oleh pemerintah Jerman pada tahun 2011 dalam konteks “high-tech strategy”. Kalau dalam makalah-makalah akademik, menurut Pereira and Romero (2017), Industri 4.0 dijadikan sebagai paradigma industri baru yang mencakup serangkaian perkembangan industri di masa depan dengan penggunaan unsur teknologi terkini seperti Cyber Physical System, Internet of Things (IoT), Robotics, Big Data, Cloud Manufacturing, Augmented Reality (AR), dll., yang memungkinkan lingkungan industri akan semakin cerdas.
Ilustrasi Revolusi Industri
Penggunaan teknologi canggih dalam Industri 4.0 telah memberikan efek gangguan (disrupting) pada banyak sektor, termasuk sektor pariwisata. Oleh sebab itu, revolusi industri 4.0 telah memberikan efek yang sama terhadap sektor pariwisata sehingga munculah istilah pariwisata 4.0.
Jadi dalam hal ini bahwa pariwisata 4.0 (tourism 4.0) adalah pengembangan industri pariwisata dengan menggunakan teknologi yang digunakan dalam industri 4.0 yang memungkinkan industri pariwisata menjadi lebih cerdas (smart), sehingga munculah istilah smart tourism atau smart destinations.
Istilah pariwisata 4.0 (tourism 4.0) sebenarnya muncul dan berkembang dari kalangan pemerintahan, professional serta praktisi. Berbeda dengan Smart Tourism (pariwisata cerdas) dan Smart Destinations yang telah berkembang dikalangan akademisi melalui riset-riset yang lebih banyak dibandingkan dengan pariwisata 4.0 (tourism 4.0) ini.
Pada tataran implementasi, perkembangan Pariwisata 4.0 (tourism 4.0) sebenarnya dimulai di negara-negara Eropa. Portugal adalah negara yang disinyalir menggunakan istilah tourism 4.0 ini pertama kali pada tahun 2016. Finlandia, Italia, Spanyol dan Turki menjadi negara selanjutnya yang menggunakan istilah ini. Sementara itu Spanyol adalah negara yang paling sukses mengembangkan pendekatan ini (Saša Zupan Korže, 2019).
Selain di Eropa, beberapa negara di Asia Tenggara juga telah menggunakan istilah pariwisata 4.0, seperti Thailand, Malaysia dan negara kita tercinta Indonesia.
Di Indonesia sendiri Menteri Pariwisata periode 2014-2019 yaitu Arief Yahya mengungkapkan bahwa Pariwisata 4.0 adalah Millennial Tourism yang lahir seiring dengan teknologi big data, perilaku travelers yang dikumpulkan via apps & sensor, diolah untuk menciptakan seamless & personalized travelling experience.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pariwisata 4.0 (tourism 4.0) adalah adaptasi sektor pariwisata melalui industri 4.0 yang memungkinkan sektor tersebut menjadi lebih cerdas (smart), sehingga dapat memberikan kemudahan dan pengalaman yang bernilai bagi para wisatawan.
Unsur Teknologi dalam Pariwisata 4.0 (Tourism 4.0)
Seperti yang telah saya ungkapkan sebelumnya, pariwisata 4.0 (tourism 4.0) pada intinya adalah pariwisata yang memanfaatkan perkembangan teknologi pada industri 4.0. Dari berbagai referensi serta pengamatan saya dilapangan, terdapat beberapa teknologi 4.0 yang sering digunakan dalam pariwisata 4.0 ini dan Information Communication Technology (ICT) yang menjadi tulangpunggungnya.
Peceny, Urška Starc dkk (2019) telah mengembangkan konsep mengenai ekosistem teknologi yang menjadi “enabler” bagi perkembangan pariwisata 4.0 (tourism 4.0) seperti dalam gambar berikut:
Sementara itu Saša Zupan Korže (2019) mengungkapkan beberapa teknologi yang paling penting dalam ekosistem teknologi tourism 4.0 dari Peceny, Urška Starc dkk di atas. Teknologi tersebut yaitu IoT (Internet of Things), Big Data, Augmented Reality (AR), Virtual Reality (VR), Technology-based Business Models, Mobile Technology, Artificial Intelligent (AI) dan Robots. Saya menambahkan unsur penting lainnya yang menyangkut teknologi AR dan VR yaitu teknologi Mixed Reality (MR).
Berikut saya coba jabarkan beserta contoh-contohnya:
IoT (Internet of Things) adalah segala teknologi yang terkoneksi dengan internet, biasanya terdiri dari device, network dan application (DNA). Dengan adanya teknologi ini, bermunculanlah wisatawan-wisatawan yang melakukan perjalanan wisata secara mandiri yang biasa disebut dengan “Self-organised holidays & independent travelers”. Sehingga perjalanan wisata akan mengarah ke individual dan sangat personal (more individual & more personal).
Dari sisi penyedia jasa pariwisata atau pelaku bisnis pariwisata, teknologi ini dapat memberikan sumbangsih terhadap penghematan pengeluaran bisnis (cost reduction), karena dengan adanya internet, penyedia jasa pariwisata dapat menghemat waktu dan pengeluaran dari hambatan geografis.
Contohnya penyedia jasa pariwisata dapat dengan mudah memasuki pasar luar negeri dan menjangkau lebih banyak pelanggan, serta sebaliknya pelanggan dapat dengan mudah menjangkau para penyedia jasa pariwisata tersebut.
Big Data adalah data yang diperoleh dari jejak-jejak digital wisatawan yang diperoleh dari berbagai sumber, seperti media sosial, tourist portals, aplikasi bisnis, chat bots dan lain-lain. Data ini dapat diperoleh secara langsung (real time), sehingga sangat bermanfaat terhadap kecepatan dalam pengambilan keputusan.
Dengan adanya big data ini, para pelaku di industri pariwisata seperti penyedia jasa pariwisata atau pengelola destinasi dapat dengan mudah memperoleh data mengenai perilaku wisatawan seperti pergerakannya, preferensinya, keputusan pembelian, aktivitas yang dilakukan dan lain-lain.
Augmented Reality (AR) adalah bentuk aplikasi yang penggunaannya sangat bergantung pada kebutuhan perangkat keras tambahan, yaitu kamera inbuilt dari perangkat mobile (Smith 2015).
Augmented Reality adalah teknologi yang menggabungkan benda maya dua dimensi dan ataupun tiga dimensi ke dalam sebuah lingkungan nyata tiga dimensi lalu memproyeksikan benda-benda maya tersebut dalam waktu nyata.
Tidak seperti realitas maya (virtual reality) yang sepenuhnya menggantikan kenyataan, AR hanya sekadar menambahkan atau melengkapi kenyataan saja (Vallino, James R., 1998).
Dalam pariwisata 4.0, teknologi Augmented Reality ini dapat memungkinkan wisatawan melakukan aktivitas seperti memesan hotel, mengakses informasi saat berada di destinasi, menavigasi ke dan di sekitar destinasi, menterjemahkan tulisan atau rambu-rambu serta percakapan, menemukan alternatif pilihan tempat makan dan hiburan semua dapat dilakukan hanya melalui aplikasi pada perangkat seluler atau smartphone.
Oleh karena itu teknologi ini dapat merevolusi pengalaman berwisata dari wisatawan menjadi lebih lancar & mudah (seamless), interaktif, dan lebih simpel.
Berikut contoh video mengenai implementasi teknologi Augmented Reality dalam sektor pariwisata:
Virtual Reality (VR) adalah sebuah teknologi yang membuat pengguna atau user dapat berinteraksi dengan lingkungan yang ada dalam dunia maya yang disimulasikan oleh komputer, sehingga pengguna merasa berada di dalam lingkungan tersebut (https://socs.binus.ac.id/2018/11/29/virtual-reality/).
Menurut American Libraries Association dalam Jamil (2018) Virtual Reality adalah simulasi gambar atau seluruh lingkungan yang dihasilkan komputer yang dapat dialami menggunakan peralatan elektronik khusus, yang memungkinkan penggunanya “hadir” di lingkungan alternatif seperti di dunia nyata terhadap objek dan informasi virtual tiga dimensi (3D) dengan data tambahan seperti grafik atau suara.
Dalam pariwisata 4.0, Virtual Reality atau realitas maya sangat memiliki peran yang besar. Trend yang terlihat bahwa, wisatawan mulai memperlihatkan minat yang besar terhadap teknologi ini, seiring dengan tampat-tempat wisata yang mulai menggunakan teknologi ini sebagai atraksi wisata buatan pengganti atraksi pada realitas nyata.
Contohnya di Guizou, Cina telah hadir taman bertema (theme park) yang menyuguhkan Hiburan Virtual Reality terbesar di sana. Beberapa maskapai penerbangan seperti Quantas juga telah meluncurkan program yang menampilkan virtual destination seperti Taman Nasional Kakadu, Great Barrier Reef dan Pulau Hamilton untuk penumpang kelas satu (Manjari, 2018).
Di Indonesia sendiri telah hadir taman bertema virtual reality di Neo Soho Mall, Jakarta dengan nama Kovee Jaya VR Theme Park. Taman hiburan ini diklaim sebagai theme park virtual reality pertama di Indonesia.
Mixed Reality (MR) adalah penggabungan antara dunia nyata dan virtual untuk menghasilkan lingkungan dan visualisasi baru dengan menggunakan teknologi hologram. MR memungkinkan wisatawan untuk memvisualisasikan obyek virtual seolah-olah menjadi objek yang benar-benar ada di hadapanya dan juga dapat berinteraksi dengannya.
MR merupakan teknologi baru dari pengembangan dan penyempurnaan teknologi AR dan VR. Teknologi MR ini diprakarsai oleh Microsoft yang mengembangkan produk yang bernama Microsoft Hololens.
Berikut contoh video mengenai implementasi teknologi Mixed Reality dalam sektor pariwisata:
Dalam implementasi Pariwisata 4.0, Namco’s Theme Park, menjadi Taman Bertema di Jepang yang pertama kali mengadopsi teknologi Microsoft Hololens ini di dunia pariwisata. Dan prediksi saya, teknologi ini kedepannya akan sangat berkembang dan sangat diminati oleh para wisatawan.
Technology-based Business Models adalah model-model bisnis pariwisata yang mengadopsi teknologi digital mulai dari upstream sampai downstream-nya. Model bisnis ini yang sangat berkembang dalam sektor pariwisata lebih pada bagaimana memadukan jaringan antara sellers dan buyers.
Contoh model bisnis ini adalah Online Travel Agent (OTA) seperti Traveloka, Tripadvisor, Tiket.com, Booking.com, Pegi-pegi, Aladin dan lain-lain; Agregator sektor pariwisata pada sub sektor akomodasi seperti Airbnb, Oyo, Airi, Reddoorz dan lain-lain; Agregator sektor pariwisata pada sub sektor Transportasi seperti Gojek, Uber, My Bluebird, Grab dan lain-lain; Digital Destination Marketplace juga menjadi model bisnis berbasis teknologi yang mulai berkembang seperti Indonesia Tourism Exchange (ITX) dan lain-lain.
Mobile Technology adalah teknologi yang mendorong inovasi dan monetisasi dibidang penyedia jasa pariwisata. Dengan adanya integrasi teknologi mobile dalam pariwisata, maka akan lebih memudahkan pengunjung atau wisatawan dalam melakukan aktivitas pariwisata sebelum dia datang ke destinasi, pada saat di destinasi dan setelah dari destinasi.
Pada saat ini, setidaknya ada empat perangkat mobile yang dapat diintegrasikan di bidang pariwisata seperti smartphone, smart watches, gelang dan kaca mata.
Contoh American Airlines telah mengadopsi teknologi ini untuk boarding pass, perubahan gerbang, dan pemberitahuan klaim bagasi di Apple Watch, Uber memungkinkan pelanggan untuk memesan drivers dan pemberitahuan kedatangan drivers tersebtu melalui jam tangan (smart watches).
Hotel-hotel yang bekerjasama dengan Apple Watch memungkinkan check-in/check-out tamu, meninjau detail reservasi, atau membuka kunci pintu menggunakan Apple Watch tersebut. Theme Park juga telah mengadopsi teknologi ini contohnya dalam sistem antrian di setiap wahana menggunakan sistem barcode yang dapat di scan melalui smart phone, gelang atau smart watch.
Artificial Intelligent (AI) dan Robots adalah teknologi yang mulai popular dalam sektor pariwisata, khususnya pada sub sektor hotel dan restoran. Artificial Intelligent adalah kecerdasan buatan yang ditambahkan kepada suatu sistem yang dalam hal ini adalah sistem robot.
Beberapa hotel dan restoran telah mengadopsi teknologi ini contohnya Hotel Marriott di Belgia, menggunakan robot yang diberi nama Mario untuk menyambut kedatangan tamu. Hotel Hilton di Amerika Serikat juga menggunakan robot yang diberi nama Connie untuk menyambut tamu. Turki sedang mencoba Robot Robin untuk memandu tamu di bandara dalam menampilkan iklan dan lain-lain.
Robot Mario Marriott Hotel Belgia
Pizza Hut telah mengumumkan akan menggunakan robot sebagai waiter yang bisa melakukan proses order makanan/minuman dan proses pembayaran. Royal Caribbean Juga menggunakan robot sebagai bartenders (Saša Zupan Korže, 2019)
Chatbots adalah layanan obrolan dengan menggunakan sistem otomatis atau auto responder. Jika dalam layanan obrolan biasa, media chat hanya menjadi alat chat antar manusia yang artinya kita mengobrol dengan manusia yang menjadi lawan bicara atau yang membalas pembicaraan kita. Kalau chatbot yang membalas pembicaraan atau yang merespon adalah robot yang diseting sebagai autoresponder.
Ilustrasi Chatbots
Layanan chatbot yang biasa dilakukan dalam sektor pariwisata contohnya facebook messenger, wechat, viber dan lain-lain. Contoh nyata yang menggunakan chatbot ini adalah Maskapai penerbangan Belanda, KLM, adalah salah satu yang pertama kali menerapkan penggunaan chatbot untuk memberitahukan penumpang untuk boarding pass dan pemberitahuan lainnya (Peterson, 2018).
Kesiapan Pariwisata 4.0 di Indonesia
Dalam Rapat Koordinasi Nasional Pariwisata pertama di awal tahun 2019, pemerintah melalui Kementerian Pariwisata telah mencanangkan pariwisata 4.0 (tourism 4.0) ini sebagai strategi untuk menggarap wisatawan milenial atau generasi Y yang lahir antara tahun 80an s.d. 2000an.
Dari sisi peluang permintaan (demand side) sebenarnya segmen ini cukup menggairahkan untuk digarap melalui konsep pariwisata 4.0 (tourism 4.0) ini. Namun dari sisi destinasi atau supply side perlu penyediaan infrastruktur yang kuat. Contoh saja bagaimana jaringan internet yang ada di Indonesia, dari sisi coverage apakah sudah tidak ada blank spot?, apakah di setiap destinasi sudah terdapat jaringan wifi. Apakah destinasi yang ada telah menerapkan sistem booking, sistem pembayaran atau sistem antrian dengan menggunakan teknologi digital?
Sebelumnya saya dan beberapa teman di Kantor telah melakukan penelitian mengenai Smart Tourism di beberapa destinasi di Indonesia dan hasilnya untuk pertanyaan-pertanyaan di atas ternyata belum dapat diterapkan secara merata di destinasi-destinasi yang ada di Indonesia. Karena selain infrastruktur dan fasilitas ICT yang belum merata, juga pemahaman para pemangku kepentingan pariwisata mengenai pariwisata 4.0 (tourism 4.0), smart tourism atau digital tourism masih belum baik dan relatif simpang siur.
Nah bagaimana menurut teman-teman sekalian, apakah Indonesia sudah siap masuk ke industri pariwisata 4.0 sekarang ini?
Referensi
Jamil, Muhammad (2018). Buletin Perpustakaan Universitas Islam Indonesia, 1(1) 2018, 99-113
Korže, Saša Zupan (2019). From Industry 4.0 to Tourism 4.0. Innovative Issues and Approaches in Social Sciences, Vol. 12, No. 3
Manjari, Ratih Melati Eka (2018). Introducing Tourism 4.0: What is It and How Do We Get Here?
Peceny, Urška Starc, Jurij Urbančič, Simon Mokorel, Vesna Kuralt & Tomi Ilijaš (2019). Tourism 4.0: Challenges in Marketing a Paradigm Shift. IntechOpen
Pereira, A.C. & Romero, F. (2017). A review of the meanings and implications of the Industry 4.0 Concept. Procedia Manufacturing 13, pp. 1206-1214.
Peterson, Tom (2018). Artificial Intelligence in travel and tourism
Rodič, Blaž (2017). Industry 4.0 and the New Simulation Modelling Paradigm, Organizacija, Vol. 50.
Smith, Richard. (2015). Smart Tourism: Linking technology with the touristic resources of city destination. NHTV University of Applied Sciences, Breda
Vallino. (1998). Interactive Augmented Reality,” Ph.D. Thesis, Department of Computer Science, University of Rochester, Rochester, NY